Activity of My Research Output

Curtin Repository provides some free articles of my research outputs (PhD thesis). Interested readers might get a full access on the thesis and some papers, by accessing this link:

http://espace-stats.library.curtin.edu.au/author_statistics.pl?author=Olivia,%20Monita

 

Check the popular research outputs in the last 6 months as well (Theses part) *a little bit show off here*

http://espace.library.curtin.edu.au/R?RN=480735737

 

Just let me know if you have suggestions and constructive critics on those papers.

Regards,

Pekanbaru,

 

Tak perlu menunggu inspirasi

Aku memikirkan kata-kata Remy Silado dalam Kompas Minggu, 22 Juli 2012, berikut,

“inspirasi itu diperintah, bukan ditunggu. Kalau menunggu inspirasi, keburu jatuh miskin, haha… Motivasinya harus bekerja. Inspirasi itu cerita tahun 1950-an. Bahan sudah kita lihat dan kita simpat dalam daya kreatif. Sewaktu-waktu perlu kita panggil. Jadi kita perintah, bukan ditunggu”.

Beliau benar.

Menulis itu memang sebuah disiplin, tidak melulu karena dorongan inspirasi. Dan, inspirasi itu datangnya dari pengetahuan yang telah kita kumpulkan berdasarkan bacaan, pengalaman dan pemikiran. Jadi, untuk bisa menulis dengan baik, kita harus banyak-banyak mengumpulkan informasi sehingga terjadi proses kreatif dalam otak kita. Proses tersebut telah pernah saya jabarkan di link berikut ini.

Lebih lanjut lagi, para jurnalis dan penulis ahli menyarankan kita untuk menyimpan inspirasi yang datangnya sering tak diundang. Seringkali inspirasi tiba saat kita sedang berinteraksi atau mengalami sesuatu dalam kondisi tak bertemu laptop. Buku inspirasi bisa menjadi solusinya. Daripada kebingungan mencari inspirasi saat menulis, maka ‘tabungan’ topik inspirasi tadi bisa diutak-atik.

Mengembangkan inspirasi seperti sudah menyelesaikan 25% pekerjaan menulis. Sisanya, tinggal ‘memaksa’ diri untuk terus menuliskannya.

Pekanbaru,

Pengembangan rumah murah di India, sebuah studi kasus (1)

Pada tanggal 25 Februari 2011 lalu, sebuah wacana menarik muncul di media massa mengenai rumah murah seharga 5 juta rupiah (USD 300). Ide ini diakui Presiden SBY muncul saat beliau melihat prototipe rumah murah tersebut dalam lawatan beliau ke New Delhi baru-baru ini. Seperti biasa, baru saja memberikan ide, sudah muncul pro-kontra di benak para pengembang dan pemerintah daerah. Sebelum kita semua ikut pro atau ikut kontra, saya ingin menuliskan kembali secara kreatif sebuah paper yang pernah saya baca dalam prosiding Symposium on Building Materials for Low income Housing in Asia and the Pacific (1987). Paper yang berjudul ‘Development and Use of Cheap Building Material in Low Income Housing: Case Study- India’, oleh R. D. Gohar (Delhi Development Authority).

Rumah murah merupakan permasalahan paling umum di negara-negara berkembang dengan populasi tinggi. Rendahnya sumber dana, pendapatan perkapita, dan prioritas pemerintah daerah, menjadikan isu rumah murah sering kekurangan peminat. Tidak seperti di Indonesia, pemerintah di negara India telah menyadari hal ini jauh-jauh hari. Untuk menghemat biaya, selain menggunakan rancangan rumah yang memadai, pemilihan bahan baku yang murah, penghematan biaya tukang serta teknologi tepat guna telah diteliti. Kenyataannya, komponen biaya paling besar diserap oleh bahan baku, kemudian tenaga tukang dan terakhir metode konstruksi. Hal ini mendasari pemilihan bahan baku yang murah sebagai solusi dari pokok permasalahan dalam pembuatan rumah murah.

Bahan baku yang digunakan mestilah murah karena mudah didapatkan, layak untuk komponen bahan dan tersedia dalam jumlah besar. Umumnya material seperti kayu, bambu, lumpur, tanah liat tersedia di alam dalam jumlah tak terbatas. Hanya sayangnya teknik pengolahan, tingkat produksi yang rendah serta kebutuhan tinggi menjadikan harga bahan baku tersebut meningkat. Oleh karena itu, selain meneliti bahan-bahan tersedia, pemerintah India juga melakukan penelitian bahan baku baru yang lebih ekonomis dan dapat diproduksi secara efisien.

Beberapa contoh bahan baku yang telah berhasil dikembangkan pemerintah India untuk rumah rumah tersebut, adalah:

a)      Lumpur

Lumpur merupakan bahan yang paling murah dan banyak digunakan di rumah-rumah tradisional India. Balok lumpur, bata lumpur dan lumpur itu sendiri dijadikan pengikat untuk pondasi, dinding, ubin dan plaster. Kelemahan lumpur adalah mudah tererosi jika terkena air, meningkatkan kelembaban serta memiliki waktu layan yang singkat. Oleh karena itu, hasil penelitian di India menggunakan lumpur yang dicampur dengan berbagai bahan seperti abu biji-bijian (sekam), aspal hingga kotoran sapi untuk meningkatkan kekuatan, durabilitas dan kekedapan. Semen dan kapur bisa ditambahkan untuk meningkatkan kuat tekan dan ketahanan terhadap rembesan untuk membuat balok lumpur dan pondasi. Sedangkan lumpur yang dicampur tanah liat dapat digunakan untuk membuat bata dan ubin.

b)      Bata lempung

Bata umumnya dibuat dari tanah alluvial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa abu terbang dicampur dengan tanah merah dan dibakar dengan teknik dan suhu yang tepat dapat menghasilkan bata dengan mutu lebih baik.

c)       Genteng dan ubin lempung

Genteng dan ubin terbuat dari lempung biasanya digunakan untuk penutup atap dan lantai. Berbagai jenis genteng dan ubin dihasilkan sesuai dengan bahan baku lokal. Penelitian ini serupa dengan bata, selain menggunakan berbagai variasi bahan, juga memerlukan teknik pembuatan dengan suhu yang tepat.

d)      Semen

Semen merupakan bahan baku paling penting yang digunakan dalam pembuatan rumah murah. Harga semen dapat ditekan jika dicampur dengan abu terbang hingga abu sekam. Penelitian mengenai penggunaan bahan limbah untuk pengganti sebagian semen telah banyak dilakukan, termasuk penggunaan bahan geopolimer untuk mengganti total semen dalam campuran.

e)      Beton ringan

Beton ringan untuk insulasi suhu dan api telah banyak diproduksi dengan cara menggunakan agregat ringan seperti lempung maupun abu terbang. Beton ringan biasanya memiliki kuat tekan tinggi, tetapi densitas yang rendah.

f)    Bambu dan kayu

Bambu banyak ditemukan di India dan telah digunakan sebagai atap dan dinding. Kayu bekas yang telah pernah digunakan juga merupakan alternatif ideal karena memiliki karakteristik tidak jauh berbeda dari kayu baru. Serpihan kayu juga banyak dimanfaatkan untuk pembuatan particle board ataupun rangka atap.

Aplikasi bahan baku di atas untuk rumah rumah memerlukan penelitian cukup lama guna menghasilkan teknik produksi efektif dan efisien serta bahan baku berkualitas. Salah satu cara untuk mengetahui keberhasilan penggunaan bahan baku tersebut adalah melalui analisis biaya untuk tiap komponen bahan. Hal ini akan saya jelaskan dalam bagian (2) tulisan ini.

Perth,

picture:hedgehogpygmy.com

Duduk di bagian kanan atau kiri saat kuliah?

Ternyata posisi duduk saat kuliah menurut hasil penelitian mempengaruhi daya penerimaan seorang mahasiswa.

Jika papan tulis, layar untuk melihat power point dan alat proyektor diletakkan di bagian tengah, maka duduk di bagian kiri kelas saat mengikuti mata kuliah dari bidang teknik, hukum, IT maupun fisika, sangat membantu otak memproses informasi secara efektif dan efisien. Jika duduk di bagian sebelah kiri, maka informasi visual yang ditampilkan di bagian kanan tubuh kita akan diproses oleh otak bagian kiri dengan lebih cepat. Otak bagian kiri ini berfungsi memproses prinsip abstrak seperti rumus matematika, diagram, hukum-hukum sains, dan algoritma yang sering ditemui dalam mata kuliah tersebut. Sedangkan duduk di bagian kanan kelas lebih berguna untuk mata kuliah yang bersifat filosofi, seni, atau sosial. Pasalnya otak kanan akan lebih aktif pada saat kita dihadapkan pada situasi yang memerlukan emosi, empati dan simpati.

Hasil penelitian ini bersifat relatif pada orang yang kidal, karena fungsi otak berbeda. Tetapi, jika memang berguna, mengapa tidak dicoba?

(rujukan: buku Success at University, picture: londonstimestshirts.wordpress.com)

Lab Teknologi Beton Universitas Ho Chi Minh, Saigon, Vietnam

Rasanya tak lengkap datang ke suatu kota tanpa mengunjungi laboratorium di universitas kota tersebut. Hal itulah yang memotivasi kedatangan kami ke laboratorium teknologi bahan Universitas Ho Chi Minh, Saigon, Vietnam setelah mengikuti konferensi ACF/VCA-2008. Setelah mendapatkan ijin berkunjung dari Assoc Prof Nguyen van Chanh, informasi transportasi dan lokasi lab tersebut, saya dan suami mendatangi Universitas Ho Chi Minh keesokan harinya. Kunjungan ke lab ini selain menjadi persyaratan dari pihak sponsor (kampus Curtin University, Australia), juga merupakan kesempatan bagus bagi saya yang sedang mendalami bidang teknologi beton. Tujuan saya hanya satu, untuk melihat beton geopolimer yang telah dikembangkan oleh laboratorium tersebut. Ternyata beton geopolimer tidak kalah pamor di Vietnam, seperti di Australia, mereka giat mengembangkan jenis beton tanpa semen ini. Dari hasil presentasi Prof van Chanh saat di konferensi, beton geopolimer yang mereka hasilkan akan diaplikasikan untuk paving block.

Gedung lab beton itu mengingatkan kami pada lab di kampus Unri. Berbagai gundukan material terletak di depannya. Berkarung-karung manure babi tersusun rapi di dekat tembok lab. Ternyata kotoran hewan tersebut jika dibakar kembali akan menghasilkan semacam abu terbang yang kaya kandungan silika. Sebuah penelitian pemanfaatan abu kotoran sapi, uniknya menemukan peningkatan kuat tekan awal beton pada umur 3 hari. Setelah itu kuat tekan mulai turun, apalagi jika beton diisi kebanyakan dengan abu dari kotoran! Kadang kotoran digunakan sebagai tes media untuk uji ketahanan beton dalam kondisi asam. Kotoran hewan memiliki pH yang sangat rendah karena mikroorganisme dalam kotoran memproduksi asam asetat dan laktat. Penelitian seperti ini umum dilakukan untuk bangunan di daerah pertanian yang rentan terkena kotoran hewan. Beton mudah terkorosi dalam kondisi ekstrim tersebut, sehingga keropos  membuat tulangannya mudah berkarat. Informasi lebih lanjut soal bangunan di daerah pertanian akan saya tuliskan suatu hari nanti.

Prof van Chanh langsung mengenalkan kami kepada para staf serta mahasiswa post grad beliau. Karena ada profesor dari Sydney datang bertamu saat itu juga, maka saya dan suami diajak berkeliling oleh seorang staf yang telah saya kenal di konferensi. Beberapa orang mahasiswapun tak lama malah ikut bersama rombongan kami. Kami melihat beberapa mahasiswa yang sedang mencampur beton geopolimer untuk riset tesis mereka. Benarlah kalau abu terbang untuk beton tersebut warnanya sangat gelap. Tidak seperti di Australia, abu terbang yang mereka gunakan terlihat lebih gelap, menandakan kandungan karbon yang cukup tinggi. Kandungan karbon yang tinggi tidak baik untuk reaksi geopolimer, karena karbon cenderung membentuk ikatan lemah antara partikel sehingga terbentuk semacam beton getas.Mereka memakai campuran NaOH dan sodium silikat untuk larutan aktivator. Metode pembuatan tidak berbeda dengan yang saya gunakan. Hanya saja mereka membuat sampel kecil-kecil, tentu saja dengan agregat berukuran lebih kecil. Hebatnya lagi, sepertinya beton yang mereka hasilkan memiliki workability yang lebih bagus dari beton produksi saya. Terus terang, saya cukup penasaran dengan komposisi yang mereka gunakan.

Laboratorium beton tersebut juga dilengkapi alat-alat untuk menguji sampel yang kecil. Berbagai fasilitas seperti uji kuat lentur, kuat tekan dan serta steam curing benar-benar ada untuk sampel mini. Saya pikir, fasilitas seperti itu sangat membantu mahasiswa untuk riset tanpa harus bekerja keras membuat puluhan sampel besar berukuran standar. Pantaslah mereka terlihat sangat antusias mengerjakan berbagai pekerjaan riset di sini, saya tersenyum dalam  hati. Tidak bisa dibandingkan dengan skala pekerjaan pembuatan beton di lab Curtin. Sambil setengah iri, saya membayangkan lab penuh alat-alat seperti itu di Unri. Sampel berukuran kecil selain hemat waktu, sudah tentu hemat biaya. Mahasiswa tidak perlu membuat adukan percobaan (trial mix) dengan sampel berukuran besar. Jika hasil sampel mini sudah memenuhi kriteria rancangan, maka pembuatan sampel berukuran besar bisa dilaksanakan dengan hasil yang tidak terlalu berbeda.

Berbagai fasilitas dan tipe beton yang dihasilkan sempat dipamerkan para pemandu wisata kami tersebut. Peralatan yang mereka gunakan banyak juga yang berasal dari Eropa. Tampaknya riset di lab tersebut berorientasi pada kebutuhan industri di Vietnam. Terbukti dengan banyaknya hasil penelitian dan pekerjaan yang digunakan untuk berbagai proyek di kota Saigon. Laboratorium di universitas sudah selayaknya  menjadi tempat awal perancangan dan penelitian karakteristik beton untuk berbagai tipe aplikasi lapangan. Riset yang dilakukan pasti jauh lebih efektif karena memang dibutuhkan dan dapat diaplikasikan. Jenis-jenis beton produksi lab tersebut termasuk hasil riset yang hanya pernah saya baca. Maklumlah, pengetahuan saya di bidang teknologi beton kan masih seperti balita, sehingga begitu diperlihatkan beton serat besi dengan kanduang sangat tinggi, saya tertarik sekali. Jenis beton ini sebenarnya telah banyak digunakan di negara Jepang dan Australia. Penggunaan serat yang sedemikian banyak selain untuk meningkatkan kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur, juga  mengurangi resiko retak akibat perubahan suhu, meningkatkan ketahanan korosi dan memiliki ikatan antar pasta yang lebih baik.

Ada pula beton styrofoam yang berlubang-lubang dibuat untuk mengurangi densitas, seperti layaknya beton ringan. Beton seperti ini umumnya dibuat untuk produk non struktural seperti pot, pagar, kursi taman. Mereka juga membuat beton pervious, yang memiliki kandungan aggregat tinggi dengan sedikit mortar. Jenis beton ini telah mendapat tempat dalam aplikasi pavement untuk jalan, karena porositas yang tinggi sehingga dapat dilalui air dan tidak mengganggu lingkungan seperti perkerasan jalan dengan beton padat.

Para mahasiswa tersebut sangat bersemangat menerangkan dalam bahasa Inggris berlogat Vietnam tentang apa saja kepada saya dan suami. Tiap alat, tiap sampel, cara pengujian, semua diperlihatkan dan diterangkan kepada kami. Sebagai tamu jauh, saya dan suami senang sekali dengan keramahan dan sikap antusias para mahasiswa tersebut. Mereka tidak malu saling membantu mengingatkan jika ada yang lupa dengan kosa kata dalam bahasa Inggris.  Tiap orang seperti ingin berbagi pengetahuan mereka tentang riset di lab. Mereka pun mengingatkan saya pada grup Research Club yang pernah ada di jurusan kami. Betapa inginnya saya melihat kembali para mahasiswa yang pernah bergabung di sana, saling bekerja sama dalam penelitian dan membantu dalam penyelesaian laporan. Yah, persis seperti di lab beton ini.

Menarik juga mendengarkan berbagai riset yang telah mereka lakukan di laboratorium itu, ya.

Perth,

Bagi rekan yang menginginkan paper Prof Nguyen van Chanch, dapat dibaca pada link berikut ini.

Kursus SEM

Salah satu keahlian yang dibutuhkan dalam riset tesis saya adalah menggunakan peralatan SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk mengamati mikrostruktur beton. Oleh karena itu pada bulan Juli tahun 2007 lalu, saya, Hakim dan Shariff (teman-teman seperjuangan di sini) bergabung dalam kelas SEM  yang diadakan Centre for  Microscopy, Characterisation and Analysis di University of Western Australia (UWA) . Hakim berniat meneliti dimensional accuracy (machining), Shariff ingin melihat hasil akhir transformasi tumbuhan wheat yang dipakai jadi penyaring air kotor dan saya sendiri tentu saja ingin melihat meneliti permukaan beton geopolimer dari abu terbang tersebut.

Awalnya kita tidak tahu seperti apa SEM itu. Kita cuma kenal mikroskop biasa untuk melihat benda-benda mungil di permukaan benda. SEM ternyata digunakan untuk tujuan serupa, tapi lebih canggih prosesnya dan lebih jauh jangkauannya sampai ke tingkat mikro. Sebagai surface imaging tool yang menggunakan elektron beam dengan sistem scanning, hasil akhir SEM bisa berupa informasi struktural maupun komposisi material. Terus yang perlu diketahui lagi, ada dua macam beam interactions, yaitu SE (Secondary Electrons) dan BSE (Backscattered Secondary Electrons). Untuk mendapatkan hasil struktural saja kita perlu gunakan menu SE. Sedangkan untuk sampe mengetahui komposisi material, kita gunakan yang BSE.

OK ya, udah ngerti kan, jadi ntar bisa ngikutin gambar-gambar yang bentar lagi ditampilkan.

Setelah mengikuti teori beam, electron, parameter, etc yang benar-benar mirip dengan pelajaran fisika dicampur kimia, kami dikirim ke beberapa orang tutor untuk melaksanakan praktikum. Saya tetap sekelompok dengan Hakim dan Shariff, yang dibimbing oleh Peter sang tutor. Peter pernah tinggal di Jakarta dan kelihatannya antusias banget cerita ke saya kalau dia suka menyetir di Jakarta. “Tidak perlu beli mobil keren di sana, cukup yang biasa-biasa saja, supaya bisa nyalip angkot”, kata Peter setengah bernostalgia yang diiringi tawa keras kami semua. Dia memang suka bikin kaget kalo melucu, walo tertawanya kami lakukan supaya lulus aja… hahaha… sori, Peter! Kami dilatih menggunakan mesin SEM Philips XL30. Btw, perangkat ini termasuk peralatan generasi awal SEM, tidak seperti EVO atau ESEM yang lebih mudah cara pengoperasiannya. Tapi kami tidak merasa ketinggalan zaman, soalnya kami tidak membutuhkan peralatan yang ribet. Paling hanya mengamati permukaan struktur saja. Yang penting hasil gambarnya jelas, akurat dan kelihatan keren di thesis.

Sampel pertama praktikum, melihat binatang mungil yang terdapat di dalam kasur/bantal kita. Surprise, surprise… wah, ternyata bentuk kumbang debu itu bagus yah. Tekstur permukaan badan kumbang seperti sehelai kain yang belum dirapikan. Subhanallah… binatang kecil yang hidupnya dalam busa kasur dan bantal berdebu tak terlihat mata ternyata punya bentuk yang hampir sama dengan kumbang biasa.

Kemudian, dengan memperbesar sekitar 1875x, kami dapat melihat tekstur kulit luar si kumbang. Wow, bener-bener tekstur yang tidak disangka, kan? Saya sampe merinding (begitu tuh, kalo melihat sesuatu yang benar-benar bagus, suka ngalami goosebumps). Dengan bahagia, Peter si tutor memamerkan gambar ini ke tutor lain yang sedang lewat. Katanya the best picture waktu kursus nih. Thank’s to Hakim yang udah sabar memperjelas gambar tekstur ini.

Sekarang, ada lagi kejutan baru:
Ini adalah bulu lalat yang nempel di pukulan lalat yang ceper itu. Tapi pemukulnya dari logam, jadi kamu bisa liat ga, logamnya yang bentuknya persegi, terus warnanya agak cerah— Kalo kita pake feature BSE (ayo, masih inget ga tadi apa maksudnya BSE?), ntar ada pantulan logamnya. Bener-bener amazing, jadi bisa liat bulu lalat nempel di pemukul! SEM ini bener-bener luar biasa!

Nah, ini masih benda yang sama, terlihat, kan kulit badan lalat yang nempel di pemukul? Shariff yang dapetin gambar bagus ini.

So, basically, waktu ngambil gambar-gambar bagus lewat SEM, kita perlu sedikit jeli mencari gambar yang informatif, punya sudut pandang bagus dan fokus. Jadi, waktu kita menginterpretasikan hasil, sudah jelas dapat memberikan analisis yang bagus. Perlu kesabaran untuk mencari dan mengamati serta menyimpan image-image yang telah kita temukan. Kalo agak jelek juga bisa di edit di Photoshop, hanya tidak direkomendasikan, karena hasilnya tidak murni lagi.

Berbekal kursus singkat tapi mendebarkan selama tiga hari tersebut, saya merasa mulai percaya diri untuk menggunakan mesin SEM yang ada di kampus Curtin. Nanti kita lihat bagaimana hasilnya!

G’day!

Assalamu’alaikum Wr Wb,

Jika ditanya mengapa jadi pengajar, saya juga tidak mengerti mengapa Allah mengaruniakan jalan ini kepada saya. Setahu saya, hobi mengajar adik dan teman-temannya menjadi modal untuk mengetahui bakat terendam ini. Lainnya, kesukaan belajar sesuatu yang baru dan menyukai dunia kampus membuat saya tidak keberatan menjadi pengajar. Apalagi suatu rahasia besar yang baru saya ketahui saat baru menjadi pengajar, adalah ‘jika ingin menguasai sesuatu, maka ajarkanlah hal tersebut kepada orang lain’. Artinya, sebelum kita bisa mengajarkannya kepada seseorang, kita harus mengetahui suatu pelajaran baru dapat mengajarkannya. Sukur-sukur, karena terlalu sering diajarkan, kita bisa mengamalkannya.

Setelah beberapa lama, saya bisa mengatakan kalau saya sangat menyukai menjadi seorang pengajar. Mengajar seperti aktor dan aktris sedang berakting, bisa mengatakan apa yang diketahui dan membaginya kepada audiens seperti mahasiswa. Apalagi tipikal saya yang suka berbagi informasi kepada orang-orang. Mengajar seperti memberikan tempat bagi diri saya yang suka meluahkan pengetahuan. Tiap pengajar juga mendapat kesempatan untuk selalu memperbarui ilmu mereka lewat belajar, membaca, seminar dan konferensi. Hal ini saya rasakan sebagai sebuah kekayaan melimpah yang tidak dapat digantikan oleh apapun. Betapa menyenangkannya mengetahui kalau bunga lupin ternyata beracun, bangunan tinggi mengambil filosofi bambu hingga kepakan sayap burung hantu yang tidak berisik menginspirasi kipas mesin komputermu? Betapa menyenangkannya bisa memberikan info bahwa kapal Independence of the Seas memiliki 18 tingkat dan dapat memuat 6000 penumpang~ sama menariknya saat orang bercerita tentang kasus politik terbaru dalam berita televisi.

Ada hal lain yang membuat saya suka mengajar~ selain mendapat pahala dari Allah, yaitu tiap pertemuan dengan mahasiswa selalu memberikan berbagai inspirasi hidup. Ada yang pintar, sombong, kurang ajar, bahkan tidak jelas kepribadiannya, tetapi ada juga yang baik, patuh, peramah, sampai tidak percaya diri, depresi dan sering menjadi doormat orang-orang. Saya belajar bahwa tiap orang berbeda dan perlu keahlian untuk menghadapi mereka. Tidak hanya mendapatkan inspirasi, saya sering harus terjun sendiri mencoba menyemangati mahasiswa yang memerlukan semangat. Senang sekali rasanya kalau bisa menyemangati seseorang yang sebenarnya mampu, tetapi tidak memiliki pegangan, sehingga dengan sedikit dorongan mereka bisa sukses. Kita sendiri, yang telah pernah melewati jurang dan gunung berduri,  dapat menginspirasi mereka bahwa masa-masa sulit itu bukan milik mereka sendiri.

Hope they’ll be useful for us.

Wassalam,

Monita Olivia

Civil Engineering Department,

Faculty of Engineering

University of Riau

Pekanbaru, Indonesia