Presentasi ‘Green Building Materials’ di Seminar LPJK dan IAI Riau

23 April 2015

Konsep ‘green’ pada bangunan diartikan memenuhi kriteria efisiensi sumber daya, efisiensi energi, konservasi air, kualitas udara dalam ruangan dan terjangkau. Berdasarkan definisi dari Green Building Council Indonesia (2011), ‘green building’ merupakan bangunan yang menggunakan energi, air dan sumber daya lain secara efisien, melindungi kesehatan dan meningkatkan produktivitas penghuni, serta mengurangi limbah, polusi serta degradasi lingkungan.  Untuk bangunan-bangunan masa kini, konsep ‘green’ menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam mendukung pembangunan yang ramah lingkungan dan menggunakan sumber daya secara efisien pada industri konstruksi.

Suatu bangunan disebut ‘green’, bukan berarti memiliki cat luar hijau, tetapi memenuhi kriteria rating dari beberapa institusi. Sebagai contoh, Green Building Council Indonesia menggunakan ‘Greenship Rating’ untuk mengevaluasi bangunan yang mengusung konsep ‘green’. Berbagai kriteria dijabarkan dalam Greenship Rating Criteria meliputi tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi, konservasi air, sumber dan siklus material, kesehatan dan kenyamanan dalam ruangan dan manajemen lingkungan bangunan.

Pada presentasi mengenai ‘Green Building Materials’, saya menjelaskan tentang kriteria ‘Sumber dan Siklus Material’ (Material Resources and Cycle- MCR). Pada kriteria ini terdapat berbagai item yang dinilai seperti penggunaan material bekas bangunan lama untuk mengurangi limbah, material hasil proses daur ulang, material dari sumber daya terbarukan dengan masa panen <10 tahun, menggunakan kayu bersertifikat, efisien dalam penggunaan material dan minim sampah, serta dapat diperoleh secara lokal. Contoh2 material yang dijelaskan adalah brick masonry, lightweight steel, recycle aluminium, glue laminated timber dan beton menggunakan limbah industri sepereti geopolimer.

Studi kasus yang dipaparkan ada dua bangunan, yakni a) Green Star Five Star The Curtin Engineering Paviliun, Perth, Australia bernilai AUD 13 juta. Bangunan ini menggunakan efficient lighting system, solar panel, rooftop water tanks, exposed timber beams dan menghemat 32% air/tahun, serta 42% energi/tahun dari bangunan biasa. Studi kasus kedua b) yakni Masdar City, Abu Dhabi, UEA, yang menggunakan bangunan tradisional, 90% recycle aluminium, low carbon concrete, sustainably timber source. Gedung Siemens di Masdar City mendapat rating LEED Platinum dan dapat menghemat 50% energi dari bangunan biasa.

Pekanbaru,

Presentasi Project DIES-UNILEAD DAAD

Maret 2015

Setelah bekerja keras menyelesaikan project untuk workshop UNILEAD, saya dan teman-teman diundang kembali ke Universitat Oldenburg, Jerman, untuk mempresentasikan project tersebut pada Maret 2015.

Pada saat itu saya masih bekerja sebagai Deputi Manager bidang Eksternal di Kantor Urusan Internasional, Universitas Riau (2012-2015). Project yang saya kerjakan, “Development of a Strategic Planning Document for Internationalisation of Universitas Riau 2015-2019” diselesaikan dalam waktu 4 bulan (Oktober-Januari) dengan melibatkan lebih dari 50 stakeholders yang terdiri dari pimpinan eksekutif, kepala unit, ketua program studi/jurusan, guru besar, dan dosen. Strategic Planning Document (Renstra) tersebut dikembangkan dengan mengacu pada Visi dan Misi Universitas, Statuta dan Peraturan Menteri mengenai internasionalisasi universitas. Untuk mengerjakan dokumen tersebut, saya banyak dibantu oleh para pimpinan dan guru besar di Univ Riau dengan memperhatikan trend perkembangan internasionalisasi di universitas besar dan menengah di Indonesia. Selain itu dikembangkan juga dokumen “Student Exchange and Summer Program” bagi prodi/jurusan yang ingin membuka program tersebut.

Pelaksanaan presentasi dibagi menjadi 2 grup. Prof Frank Fischer, dosen Project Management, menyampaikan aturan untuk presentasi, yakni tidak boleh membuka laptop dan handphone, dan kami diminta untuk memberikan apresiasi, respek, berkonsentrasi dan feedback bagi presenter.

Project yang dilaksanakan oleh teman-teman peserta UNILEAD lain disesuaikan dengan bidang kerja dan tuntutan perkembangan di universitas masing-masing. Beberapa orang mengambil isu terkini di perguruan tinggi dunia seperti internasionalisasi, jaminan mutu dan e-learning. Peserta lain memilih program-program pengembangan untuk infrastruktur, SDM, gender, dan special program untuk Engineer.

Saya mendapat kesempatan pertama untuk presentasi di Grup 2. Hal-hal yang disampaikan adalah teknis pelaksanaan project, kendala yang dihadapi dan lesson learned dari project tersebut.

Tim kami mendapat aplaus meriah setelah memperlihatkan dua produk project ini yakni dokumen Renstra dan panduan pelaksanaan Student Exchange Summer Program. Disamping itu saya mendapat tawaran menulis paper secara kolaborasi dengan staf di kampus Oldenburg mengenai perkembangan internasionalisasi Universitas Riau.

Aktivitas ini menjadi salah satu milestone dalam pengembangan kapasitas diri dalam mengerjakan project dengan skala tingkat universitas yang melibatkan banyak unsur stakeholder pada waktu relatif singkat.

Pekanbaru,