Tips dan Trick Belajar Bahasa Inggris

Beberapa tips dan trick berikut telah saya gunakan untuk menguasai bahasa Inggris, yakni bahasa penting dalam menuntut ilmu dan berkomunikasi dengan orang asing:

a) Lakukan secara rutin. Tidak perlu mengalokasikan waktu tertentu khusus untuk belajar selama beberapa minggu, tetapi sedikit-sedikit setiap hari dan rutin terlaksana ternyata lebih besar dampaknya. Misalnya rutin membaca satu artikel setiap hari dan mendengarkan film berbahasa Inggris di Youtube lebih mudah dilakukan ketimbang belajar khusus setiap hari selama 3 bulan. Jika tiap hari kita membaca satu artikel dan menonton satu film, maka dalam setahun ada 365 artikel dan 365 film dengan ribuan kosa kata baru dan ekspresi baru yang kita dapatkan. Otak lebih mudah menerima dan mengingat perbedaan-perbedaan tersebut.

b) Pelajari budaya asli. Belajar bahasa tetapi tidak mau memahami budaya orang yang menggunakannya (orang Inggris/Australia/USA) ternyata tidak membantu kita belajar bahasa. Masalah utama terletak di ‘sense’ orang asing tersebut dalam situasi tertentu. Kadang-kadang mereka menggunakan kata-kata berbeda untuk mengekspresikan sesuatu pada saat tertentu. Misalnya mereka menggunakan kata-kata ‘gentleman’ dalam situasi formal (akademis, society tertentu), dan ‘bloke’ dalam situasi informal (majalah teenager, percakapan sehari-hari).

c) Perbanyak latihan. Untuk bisa menjawab pertanyaan dalam tes TOEFL, IELTS, etc, maka tidak ada jalan kecuali berlatih memahami tipe-tipe soal. Baru-baru ini saya menggunakan trick sederhana dari sebuah buku latihan IELTS, yakni ‘lakukan secara rutin’ dan ‘gunakan satu handbook’ saja. Surprise, surprise! Penggunaan satu macam handbook untuk belajar berarti kita akan mengulang-ulang pertanyaan yang sama dan kalau dilakukan tanpa memahami tujuannya, maka akan sangat membosankan. Tetapi disitulah letak kunci keberhasilannya. Menggunakan soal yang sama berulang-ulang, akan membantu kita memahami tipe-tipe soal sampai bisa mengenali dan mengingatnya. Kemudian setelah menguasai tipe soal tersebut, kita baru dianjurkan mempelajari buku lain. Tetapi biasanya cukup satu buku, dan cukup diulang-ulang sampai paham.

d) Selalu ambil kesempatan praktek. Biasanya hal ini terjadi saat ada kesempatan mendengarkan ‘native speaker’ berbicara atau praktek ‘speaking/presentation’ di depan para native speaker. Ada perbedaan cara berpikir antara orang asing dengan orang Indonesia, pada khususnya, sehingga kita harus bekerja keras menghantarkan presentasi atau percakapan yang mengalir dan bisa dimengerti oleh semua orang. Terus ambil kesempatan untuk praktek, lalu perhatikan feedback berupa ‘gesture’ atau ‘respond’ dari para native speaker.

e) Tidak boleh menyerah dan terus asah kemampuan. Cara terbaik adalah mengetahui skor kemampuan bahasa Inggris melalui TOEFL atau IELTS. Lakukan tes secara berkala untuk mendapatkan skor tersebut di lembaga bahasa bereputasi. Perbaiki nilai terendah dan lakukan tes lagi untuk mendapatkan feedback atas usaha yang telah kita lakukan. Lupakan ‘comfort zone’ dan pantang menyerah saat mengupayakan skor terbaik. Skor ini tidak hanya berguna sebelum mendapatkan sekolah saja, tetapi juga saat bekerja, misalnya untuk pendaftaran beasiswa kursus atau postdoc.

Pekanbaru,

Strategi untuk PhD Study

Tahun-tahun awal studi yang penuh ‘uncertainty’ menimbulkan banyak pertanyaan. Pada akhirnya ada beberapa pertanyaan yang muncul di awal studi PhD tentang strategi, seperti:

“Apakah cara terbaik yang pernah ada untuk menyelesaikan PhD study ini?”

“Keahlian apa saja yang harus saya miliki supaya studi berjalan lancar dan memberikan hasil yang baik?”

“Sistem organisasi informasi/pekerjaan/waktu atau sistem alokasi sumber daya seperti apa yang harus saya aplikasikan?”

Berbagai pertanyaan yang saya ajukan selama studi tersebut tidak mudah dijawab, kecuali ditemukan sendiri. Saya mungkin bisa menggunakan metode supervisor saya, atau supervisor teman atau teman sendiri, tetapi saya menyadari bahwa diri dan ‘nature of research’ tiap orang itu berbeda-beda. Kalau mau sukses melewati tahap ini, maka saya harus menemukan apa yang saya cari dan punya strategi sendiri untuk mengatasinya.

Untuk menjawab pertanyaan pertama di awal post tadi, saya memiliki jawaban seperti ini: “Style terbaik untuk PhD tergantung dari nature research dan personality. Kenali riset kita, dan cocokkan dengan personality. Misalnya seseorang yang introvert sulit meminta bantuan orang lain, padahal mereka membutuhkan bantuan banyak teknisi dalam melakukan persiapan eksperimen. Si introvert tadi harus belajar bersosialisasi dan mengutarakan permintaan bantuan teknis secara langsung dengan teknisi tanpa melewati supervisor.”

Untuk pertanyaan kedua: sudah saya jawab pada poin e) pada post sebelumnya.

Pertanyaan ketiga bisa dijawab seperti ini:

Untuk pengelolaan waktu, kita harus punya timetable dalam bekerja. Buat timetable besar untuk empat tahun, lalu timetable untuk tiap tahun. Dalam timetable tersebut, kita alokasikan waktu untuk eksperimen, untuk konferensi, untuk publikasi, maupun untuk laporan kemajuan bagi universitas asal, universitas tempat studi maupun sponsor.

Untuk pengelolaan sistem informasi, siapkan sistem back up di hard disk, lalu sinkronisasi komputer kampus dengan laptop pribadi secara berkala. Saya juga memanfaatkan beberapa flashdisk untuk riset, belajar, etc. untuk menghindari overlapping data. Data-data ditulis di log book lalu setelah rapi diprint untuk menghindari kehilangan data. Penggunaan log book dan buku timetable disarankan oleh Dr Wibirama di link berikut.

Alokasi resources/sumber daya sendiri untuk riset ternyata cukup rumit. Saya sering mengalami penundaan karena terlambat memesan bahan baku atau mencarinya. Hal-hal seperti ini perlu diantisipasi jauh-jauh hari dan didiskusikan dengan pengelola lab. Alamat supplier dan harga bahan perlu dikumpulkan kalau kita harus mengorder sendiri. Jika perlu, kita selalu siap dengan stock khusus untuk penelitian untuk menghindari keterlambatan dalam pengambilan data.

Pekanbaru,