Re-post: Kompetisi dalam Proses Pembelajaran

Setelah beberapa tahun berada di Fakultas saat menjalani studi postgrad, saya mengamati beberapa kali dalam setahun, mahasiswa undergrad (S1) akan mengikuti banyak kompetisi. Pada tahun pertama, mereka akan mengikuti kompetisi jembatan yang dibuat dari tangkai es krim. Tahun ketiga akan mengikuti kompetisi membuat beton prategang. Tak jarang ada kompetisi membuat balok jembatan dari beton dengan bahan khusus yang diadakan organisasi profesi seperti Concrete Institute of Australia (CIA, AUS).

Perlombaan yang sering diadakan oleh American Concrete Society (ACI, US), Institution of Civil Engineers (ICE, UK) juga makin meningkatkan trend pengajaran berbasis kompetisi di kampus-kampus. Konsep kompetisi tampaknya akan menjadi kegiatan yang lebih sering dilakukan dalam pengajaran, menurut salah seorang dosen di jurusan. Mereka suka menantang mahasiswa berpikir di luar kebiasaan dengan memberikan kasus-kasus khusus yang aplikatif. Kasus-kasus seperti perancangan campuran beton jenis baru, kestabilan struktur rangka, dan penemuan jenis rangka jembatan paling efisien dan kuat, memang membantu mahasiswa untuk langsung mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam skala kecil.

Kompetisi bisa mempercepat adaptasi mahasiswa tahun pertama dengan memberikan tugas secara kelompok. Pada kompetisi pembuatan jembatan tangkai es krim di tahun pertama, semua anak harus terlibat dalam tim. Keinginan untuk memenangi kompetisi, menjadikan tiap anak aktif bekerja sama dengan teman-teman yang belum mereka kenal. Cara pendekatan seperti ini lebih efektif, karena tiap grup juga harus berkomunikasi karena berbagi timbangan dan alat ukur.

Kompetisi juga mengasah keahlian bekerja sama dengan tim seperti di dunia kerja. Tiap orang harus bisa mengemukakan pendapat mereka di depan anggota tim. Tetapi mereka juga harus dapat menerima saran teman lain jika memang diperlukan untuk kemulusan proses penyelesaian. Tiap orang harus berusaha agar proyek bersama ini dapat selesai. Pada kompetisi pembuatan jembatan beton dengan bentuk paling efisien untuk menahan beban, tim harus membuat desain inovatif. Saya salut melihat keseriusan beberapa teman undergrad yang mencoba merancang jembatan beton paling efisien untuk menahan beban. Mereka dapat mengemukakan konsep-konsep mekanika yang melatari bentuk desain secara praktis. Jika tim tidak bekerja sama dengan baik, memang mustahil mereka dapat menyelesaikan jembatan tadi.

Kompetisi bisa membantu mereka memahami permasalahan konstruksi dalam aplikasi tanpa harus menunggu saat kerja praktek. Saat berkompetisi mereka diberikan batasan khusus agar produk yang mereka rancang berhasil. Untuk memperluas wawasan mereka, selain harus aktif mencari informasi, mereka bisa minta bantuan para dosen dan praktisi penanggung jawab. Pengetahuan mereka yang tadinya hanya bersifat teoretis, lambat-laun akan diperkaya dengan kompetisi bersifat aplikatif tersebut.

Kompetisi mengajarkan bahwa menang bukan segala-galanya, tetapi proses belajar lebih diutamakan. Saya setuju dengan konsep ini. Tujuan akhir adalah ‘mengetahui lebih banyak’, bukan ‘menjadi no 1 atau tiga besar’. Tiap orang mesti berusaha dahulu sebelum bisa mendapatkan sesuatu. Usaha sungguh-sungguh akan bernilai baik, sedangkan usaha setengah hati tentulah jarang yang berhasil. Jika mereka telah berusaha sebaik-baiknya, tetapi tidak menang, setidaknya mereka telah belajar banyak soal adaptasi, kerja sama dalam tim, serta peningkatan wawasan di bidang keahlian mereka. Pada akhirnya, semangat juang dan pantang menyerah yang mereka pelajari dalam kompetisilah yang membuat mereka sukses dalam mengerjakan ‘kompetisi-kompetisi sesungguhnya dalam hidup.

Pekanbaru,