Tukar mindset dalam mengajar

Pengalaman saat mengajar lab ‘Engineering Mechanics 100’ untuk mahasiswa Foundation Engineering Year di Curtin University, Perth, WA banyak membantu saya memahami teknik pengajaran aktif. Mahasiswa Australia lebih aktif dalam belajar, sedangkan tipikal mahasiswa Asia masih banyak yang minta dibimbing khusus. Di situ, sayapun belajar untuk menghargai pendapat mahasiswa dan diajar harus tidak malu jika memang salah.

Menurut pengamatan saya, tidak seperti rekan-rekan mereka dari Asia, mahasiswa asli Australia memang lebih mandiri dan percaya diri. Mayoritas dari mereka tidak suka bolak-balik bertanya kalau tidak perlu. Bahkan ada satu grup yang memutuskan menyelesaikan sendiri masalah mereka tanpa bantuan saya. Paling ada satu-dua anak yang bertanya sedikit mengenai teori penyelesaian, lalu sisanya mereka pelajari sendiri dari catatan maupun buku teks. Mereka menggunakan sikap ‘percaya pada pekerjaan sendiri’ daripada ‘pekerjaan orang lain’. Oleh karena itu saya harus memperlakukan mereka seperti rekan-rekan kerja, demi kedewasaan mereka dalam berusaha.

Berkebalikan dari itu, beberapa mahasiswa Asia masih banyak yang minta ‘disuapi’. Beberapa mahasiswa cukup menjengkelkan karena seperti tidak mau berpikir sendiri, menyontek teman atau lembar jawaban semester lalu terang-terangan di depan saya. Bahkan ada mahasiswa yang cukup judes dan jutek saat rayuan tak mempan untuk mengubah pikiran saya. Saya hanya pura-pura tidak mendengarkan supaya tetap fair. Tidak heran kalau saya jadi sedikit keras pada mereka, supaya tidak mudah bersikap lembek dan ngambek kalau sedang belajar.

Pelajaran lain yang saya dapatkan adalah harus tidak malu jika salah mengajarkan sesuatu. Saya pernah didebat oleh seorang mahasiswa yang mengatakan logika penyelesaian dari saya salah. Sebenarnya bagian yang didebatnya itu bagian pelajaran Teknik Mesin (cari excuse), dan buka ‘core subject’ saya. Tetapi saya mengakui logika berpikirnya setelah memikirkan soal itu lagi bersama-sama. Saya hanya mengucapkan terima kasih dan menerangkan kembali kepada kelas tentang perubahan tersebut. Tidak seperti beberapa rekan yang memilih defensif dengan mengatakan “That’s the way it is”, saya memilih mengorbankan ‘wajah’ saya demi kemaslahatan semua mahasiswa.

Mereka berhak mendapatkan pelajaran yang benar, dan wajah saya pastilah akan mereka ingat selalu dalam hidup, (haa, nasib).

Pekanbaru,